Sabtu, 24 Januari 2009
pergaulan yang menyeramkan..
Suatu sore di metromini dalam perjalanan pulang antara Blok M - Cinere. Sayup-sayup terdengar obrolan antara dua ABG, satu orang duduk di kursi dibelakang saya dan satunya lagi berdiri pas di samping saya. Dilihat dari pakaiannya adalah anak SMA, rupanya mereka ini dulunya bertetangga tapi salah satunya telah pindah rumah, jadi lama tidak bertemu.
Ceritanya seru dengan bahasa gaul khas ABG yang kadang kurang dimengerti oleh saya.
Saya yang sempat tertidur jadi terbangun, mendengar obrolan mereka yang semakin seru.
Sebut saja mereka si A dan B, begini obrolannya :
A : eh, lu kenal Icang ga…? dia kan pernah jadian ama gw.
B : ya kenal lah, kan Icang temannya Bagus (dulu Bagus ini pacarnya si B) dia dah kayak sahabat ama gw. iya, Icang pernah crita ama gw kalo lu pernah jadian ama dia. Kenal dimana lu…?
A : telpon nyasar hehehe….
B : diapain aja lu pacaran ama Icang…?
A : biasalah, kissing kissing (sambil tetap ketawa)
B : main juga kan…? sampai keluar ga…?
A : tau aja lu!! (sambil ketawa makin kenceng)
dialog selanjutnya closed
(Saya makin penasaran langsung nengok ke atas, pengin liat seperti apa wajah si B ini. Rasanya kok PD banget menceritakan aib sendiri seolah orang lain di sekitarnya tidak mendengar).
—————————————–
Dari obrolan A dan B ini, sepanjang sisa perjalanan saya jadi memikirkan maksud dari kata main dan sampai keluar.
Sebagai perempuan sudah menikah, saya berkesimpulan bahwa kata main itu adalah hubungan badan suami istri dan kata sampai keluar adalah kelanjutan hubungan badan itu.
Tapi saya berharap kesimpulan saya ini salah.
Masih penasaran aja, kebetulan dipabrik sedang ada anak PKL dari suatu SMK. Saya tanyakan apa arti kata ‘main’ dan ’sampai keluar’ itu. Ternyata jawabannya sama dengan kesimpulan saya. Bahkan dia juga bercerita bahwa hal seperti sudah umum di kalangan SMA di Ibukota ini.
Masih ngeyel, saya tanya juga kepada Mba ini yang kebetulan mempunyai anak ABG. Dan mendapatkan jawaban yang sama, anaknya sering juga bercerita perkara teman-temannya yang suka begitu.
Sebagai Ibu yang mempunyai anak perempuan saya khawatir. Bagaimana jaman anak saya nanti….?
Untuk persiapan tampaknya saya harus banyak belajar pada ibu-ibu yang anaknya mulai ramaja. Dan tak lupa banyak berdoa agar anak kita terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama.
OOT dikit,
Saat itu usia saya 15 tahun. Ibu memberi nasehat, begini katanya ” Ingat jaga ya keperawananmu, berikanlah hanya untuk suami. Itu rasanya nikmat sekali….”
*Ah…saya jadi teringat ekspressi wajah Almarhumah Ibu sewaktu memberi nasehat ini*
Dan ajaib, nasehat itu benar-benar menempel di dasar hati yang paling dalam. Jadi walaupun saya harus kuliah dan bekerja jauh dari orang tua alhamdulillah aman-aman saja. http://nasywa.blogsome.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar