Oleh Anto Dwiastoro Slamet
"Seorang yang beriman tidak akan menghina dan mengutuk orang. Juga tidak akan mengucapkan perkataan sia-sia dan kasar."-- Sabda Nabi Muhammad SAW, dikutip dalam Maulana Wahiduddin Khan, Buku Kecil Kearifan Islam: Kisah-kisah Nabi dan Para Sahabat yang Penuh Ilham dan Mencerahkan 2 (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), hlm. 42.
Memberikan pujian memang merupakan tindakan yang terpuji. Pujian bisa sangat memotivasi kita. Yang tidak terpuji adalah ketika kita memberikan pujian secara berlebihan -- biasa disebut 'sanjungan'. Sahabat Umar ibn Khattab r.a. ketika dipuji-puji oleh seseorang mengatakan bahwa orang itu sedang membunuhnya perlahan-lahan. Keimanan yang tidak kuat bisa membawa kita kepada kesombongan hanya karena dipuji. Pujian yang berlebihan dan tidak pada tempatnya (baca: tidak sesuai kenyataan sebenarnya) bisa membuat kita melambung, lalu terlena. Karena itu, berhati-hatilah ketika hendak memuji atau ketika menerima pujian.
Bagaimanapun, memuji itu memang terpuji. Meski wisdom ini tampaknya sudah kuno, ada kalanya kita melupakan hal ini. Satu alasannya bisa jadi karena kita tidak selalu sadar akan kinerja orang-orang di sekitar kita. Pada saat yang sama, itu bisa membuat orang lain menganggap seolah kita segera memperhatikan jika sesuatu berjalan salah. Dalam hal ini, alangkah baiknya kita memberi tekanan pada prestasi-prestasi luar biasa yang telah dicapai oleh, misalnya, teman-teman kita, karena hal ini memperkuat kebersamaan dan persahabatan.
Pujian harus diberikan tanpa ditunda-tunda. Pujian harus spontan dan diberikan pada saat yang tepat. Jika tidak, akan terkesan tidak tulus. Perbandingan antara satu teman dan yang lainnya harus dihindari ketika kita memberikan pujian. Bila tidak, satu teman akan merasa dihargai, sementara yang lain merasa kurang penting.
Orang yang melakukan kebaikan pantas menerima pujian. Dalam kasus-kasus semacam ini, memuji tanpa secara spesifik menyebut nama pelaku atau memuji sekumpulan orang secara kolektif, sementara yang bekerja hanya beberapa di antara mereka, dapat menjadi tidak tepat. Orang yang benar-benar melakukan pekerjaan akan merasa upayanya tidak dihargai. Berbuat kebaikan memang harus tulus, tanpa pamrih. Tetapi dari sisi kita jangan sampai melupakan bahwa orang di luar diri kita, meski tampak tidak menginginkannya, juga berhak atas pujian atau kata-kata positif. Bagaimanapun, hal itu bakal menguntungkan kita pula. Orang-orang yang kita puji bakal senantiasa termotivasi untuk mengulangi perbuatan baiknya, dan kita pun bakal menerima imbasnya.
Sepertinya di dalam diri kita ini ada suatu zat atau alat yang bereaksi apabila menerima kata-kata positif seperti pujian, sehingga adalah alami bila kita mudah dan cepat termotivasi bila dipuji. Saya jadi teringat pada bukunya Dr. Masaru Emoto dari Jepang, The Miracle of Water -- Mukjizat Air (Jakarta: Gramedia, 2007). Dr. Emoto membuktikan bahwa susunan molekul-molekul air dapat mengubah mengikuti apa yang diucapkan ke atas air tersebut.
Nah, tubuh kita pun mengandung banyak unsur air. Saya kira, itulah sebabnya pujian yang tulus menimbulkan kristal-kristal yang cantik pada diri kita, dan dengan sendirinya membangkitkan motivasi. Baik pada diri orang yang kita puji maupun diri kita sendiri. "Jadi, jika Anda membiasakan diri menggunakan kata-kata yang positif, air dalam tubuh Anda dan di sekitar Anda akan menjadi indah dan bersih, dan Anda pun menjadi sehat dan sejahtera," tulis Emoto pada bab pertama bukunya. Jika demikian, memuji itu memang terpuji.©
Tidak ada komentar:
Posting Komentar